Minggu, 28 November 2010

Dhuha


DHUHA

Jumhur ulama berpendapat bahwa shalat dhuha adalah sunnah, sementara para ulama Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa ia sunnah muakkadah. Hal itu didasari apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Dzarr dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda, "Setiap pagi dari persendian masing-masing kalian ada sedekahnya, setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir sedekah, setiap amar ma'ruf nahyi mungkar sedekah, dan semuanya itu tercukupi dengan dua rakaat dhuha."

Juga apa yang diriwayatkan Imam Bukhori dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata,"Kekasihku (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) telah berwasiat kepadaku dengan tiga perkara yang tidak akan pernah aku tinggalkan hingga aku meninggal dunia, yaitu shaum tiga hari pada setiap bulan, shalat Dhuha dan tidur dengan shalat witir terlebih dahulu."

Adapun waktu pelaksanaan shalat dhuha maka menurut jumhur ulama adalah dari matahari mulai meninggi kira-kira sepenggalah hingga sedikit menjelang masuknya waktu zhuhur, yaitu dimulai sekitar 15 menit setelah waktu syuruq hingga sekitar 15 menit sebelum masuknya waktu zhuhur.

Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab tiap kali bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah yang mungkar adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu, maka cukuplah mengerjakan dua rakaat sholat dhuha.” (HR Muslim 1181)

Mengeluarkan sedekah untuk setiap ruas tulang badan merupakan ungkapan rasa syukur atau terimakasih kepada Allah ta’aala atas tubuh yang manusia miliki. Alangkah tidak berterimakasihnya seorang Muslim bilamana ia selama ini telah memanfaatkan tubuhnya untuk melakukan aneka aktifitas melelahkan namun tidak pernah seharipun menegakkan Sholat Dhuha. Wahai saudaraku, tegakkanlah Sholat Dhuha. Tunjukkanlah rasa syukur kepada Allah ta’aala atas seluruh ruas tulang tubuh yang selama ini telah kita pakai sampai seringkali menjadi sakit dan perlu perawatan kesehatan karena lelah bekerja...! Ingatlah, bahwa semakin sering kita bersyukur kepada Allah ta’aala, maka semakin banyak kenikmatan yang Allah ta’aala janjikan akan kita terima.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim ayat 7)

Dan sebaliknya, semakin jarang kita bersyukur, apalagi jika malah bersikap kufur maka Allah ta’aala mengancam dengan azabNya yang pedih. Pengertian azab tidak perlu ditunggu di alam kubur atau di akhirat saja. Artinya, orang yang kufur ni’mat akan mendapati -cepat atau lambat- sesuatu yang asalnya merupakan ni’mat malah berubah menjadi beban atau kutukan bagi hidupnya...! Contoh akan hal ini sangat banyak kita jumpai dalam realitas hidup kita.

Saudaraku, saya yakin semua kita bersepakat bahwa mengerjakan dua rakaat pada waktu dhuha bukanlah suatu perkara yang berat dan sulit. Maka, marilah kita ungkapkan rasa syukur kepada Allah ta’aala atas pemberianNya berupa 360 ruas tulang badan yang kita miliki. Marilah kita berlomba menjadi hamba-hamba Allah ta’aala yang rajin bersyukur.

Hukum melaksanakan shalat tahajjud atau qiyamullail setelah melaksanakan shalat isya pada pukul 02.00 maka hal itu dibolehkan karena tidak ada persyaratan sahnya qiyamullail adalah mesti tidur terlebih dahulu, demikian menurut DR. Husamuddin ‘Afanah, dosen Fakulta Ushul Fiqh, Universitas al Quds.

Minggu, 21 November 2010

Negeri Miskin


Banyak orang ngeri mendengar kata miskin. Membayangkan saja pun tidak ingin. Dan setiap kali kata itu terucap, kesan umum yang terbayang adalah kesengsaraan, papa, compang-camping dan kesempitan hidup. Sebaliknya kata kaya membuat orang sumringah dan bergairah.Terlintas di dalam benak berbagai kesenangan hidup dan kemewahan. Hidup serba cukup dengan berbagai fasilitas dan kemudahan akses. Pendek kata, hidup benar-benar hidup.

Dua keadaan di atas adalah lumrah dan manusiawi. Pada dasarnya manusia memiliki hasrat untuk hidup berkecukupan dan amat takut akan kekurangan apalagi kemiskinan. Tetapi, miskin sama sekali berbeda dengan merasa miskin. Sama halnya berbeda antara kaya dengan merasa kaya.

Ada orang berpenampilan sangat sederhana. Hidup serba bersahaja. Rumahnya benar-benar hanya sebatas fungsi primer; sebagai penghalang terik matahari, dari derasnya hujan dan dari derunya terpaan angin. Tetapi ia nyenyak tidurnya walau di atas kasur yang sudah menipis, lapuk dan dingin. Dan pagi-pagi buta sebelum ayam berkokok, ia sudah beraktivitas dengan kecipak air wudunya lalu berdiri mengucap syukur.

Pakaiannya sederhana, sebatas fungsi primernya saja; bersih, menutup aurat dan agar terlindung dari kemungkinan mudharat karena telanjang.

Makanannya juga bersahaja; hanya sebatas fungsi primernya dari mengganja lrasa lapar dan sekedar membuat tulang punggungnya tegak. Namun di balik itu, kekayaan batinnya tak terkira. Investasi ruhaninya tak pernah merugi. Tabungan kebajikannya selalu berbunga dan saham akhiratnya tak pernah anjlok. Ia berkawan baik dengan syukur dan qona'aah. Juga tak pernah ketinggalan dengan infaq dan sedekah.

Ada orang bernampilan perlente, necis dan glamour. Hidup seperti mesin waktu penghasil uang. Pergi gelap pulangnya juga gelap.

Rumahnya adalah prestise dan harga diri. Rancang bangun, arsitektur, interior dan perabot adalah ukuran kelasnya. Pagar halamannya, cukuplah untuk membeli lima rumah sederhana orang biasa. Begitu indah rumahnya, begitu empuk dipan dan hangat selimutnya, tetapi matanya sukar dipenjamkan wala sekejap. Terpaksalah ia menenggak pil tidur dan penenang hanya untuk kenikmatan pulas. Betapa mahal harga tidurnya setiap malam. Sampai tak menghiraukan lagi panggilan Shubuh dan mengucek mata di kala matahari telah tinggi.

Belum lagi baju dengan harga yang tidak rasional menurut ukuran orang kere. Tapi banyak pula dari baju-baju yang mahal itu, tidak sesuai fungsinya. Banyak bagian dari bajunya terbelah. Paha dan dadanya terbelah. Pusar dan punggungnya terbelah. Hingga sukarlah dibedakan antara baju dan bahan baju yang belum selesai ditautkan dengan jahitan.

Menunya asing di telinga dan sukar menyebutnya. Disajikan bak taman pengantin. Dihias rupa-rupa. Kadang dimakan tak habis. Hanya sekedar dicicip lalu berganti menu baru yang sama-sama asing dan sukar dilafalkan. Lapar bukanlah dorongan utama untuk makan. Tetapi sebagai bagian dari protokoler highclass; beginilah sesungguhnya makan dengan harga diri yang amat tinggi. Semboyannya adalah Time is money. No money no honor.

Tetapi apa lacur, kekayaan materi itu tidak sanggup mengatasi kekosongan ruhaninya. Ruhaninya miskin di tengah tumpukkan kekayaan harta bendanya. Begitu miskinnya ia, sampai-sampai tidak mengerti apa itu sedekah, apa itu zakat dan bagaiamana harta itu harus dibelanjakan di jalan Tuhan.

Begitu banyak orang miskin tapi merasa begitu kaya batinnya. Mereka orang-orang bersahaja yang tidak pernah merasa sukar untuk memberi. Seolah mereka memiliki rizki yang tak terbatas dan tak pernah habis dibagikan. Seperti riwayat Abu Ya'la yang sampai kepada kita :
Yang dinamakan kekayaan bukanlah banyaknyaharta-benda tetapi kekayaan yang sebenarnya ialah kekayaan jiwa (hati). (HR. Abu Ya'la).

Ada begitu banyak yang kaya dengan kasat mata, tetapi sebenarnya miskin dan selalu kekurangan. Karena kekurangannya ia enggan memberi. Tangannya tertutup rapat dari sedekah. Hatinya selalu menimbang rugi jika berderma. Seolah belum tiba saat baginya untuk berbagi. Ya, belum saatnya untuk orang lain. Masih untuk diri sendiri. Padahal malaikat selalu bersahut-sahutan di atas langit berdo'a. Katanya :

Tiap menjelang pagi hari dua malaikat turun. Yangsatu berdoa: "Ya Allah, karuniakanlah bagi orang yang menginfakkan hartanya tambahan peninggalan." Malaikat yang satu lagi berdoa: "Ya Allah, timpakan kerusakan (kemusnahan) bagi harta yang ditahannya (dibakhilkannya)." (Mutafaq'alaih).

Jangan pernah merasa miskin. Sebab merasa miskin adalah jalan yang mengantarkan seseorang kepada kemiskinan yang ditakuti banyak orang. Harta yang dizakati tidak akan susut (berkurang). (HR. Muslim)

Menjadilah kaya sekaya Abdurraham bin 'Auf. Lalu ingat-ingat soal kekayaan seperti pesan nabi kepada 'Amru : Wahai 'Amru, alangkah baiknya harta yang sholeh di tangan orang yang sholeh. (HR. Ahmad)